Kanker paru-paru bermula dari munculnya sel-sel abnormal pada organ utama dalam sistem pernapasan manusia, yakni paru-paru. Menurut data Global Cancer Observatory, jumlah pasien kanker ini di Indonesia menempati urutan ketiga setelah kanker payudara dan kanker serviks. Jika dipisahkan berdasarkan gender, mayoritas pasien kanker paru-paru adalah berjenis kelamin laki-laki. Sementara itu, berdasarkan tingkat mortalitasnya di Indonesia, kanker paru-paru merupakan jenis kanker yang paling banyak menyebabkan kematian (Globocan, 2020).
Perokok aktif memiliki risiko paling besar menderita kanker paru-paru walaupun orang yang bukan perokok juga bisa terkena disebabkan faktor lain. Risiko kanker paru-paru meningkat seiring lamanya masa hidup sebagai perokok dan banyaknya jumlah rokok yang dihisap.
Faktor Risiko Kanker Paru
Mengutip Cleveland Clinic, faktor risiko kanker paru-paru meliputi:
- Terpapar asap rokok meskipun sebagai pihak yang pasif.
- Terpapar zat-zat berbahaya lainnya, seperti polusi udara, radon, asbes, uranium, knalpot solar, silika, produk batubara, dan lain-lain.
- Pernah menjalani pengobatan radiasi untuk area dada (misalnya, untuk kanker payudara atau limfoma).
- Memiliki riwayat keluarga dengan kanker paru-paru.
Sedangkan menurut Mayo Clinic, sudah sejak lama merokok dipercaya dapat menyebabkan kanker paru-paru. Kebiasaan merokok sama saja dengan menghirup zat-zat penyebab kanker (karsinogen). Jika merokok dilakukan dalam jangka panjang dan kadarnya terus meningkat, perubahan pada jaringan paru-paru akan terjadi cepat atau lambat. Baik perokok aktif maupun orang yang sering terpapar asap rokok (perokok pasif) memiliki faktor risiko terkena kanker ini.
Memang pada awalnya tubuh seorang perokok mampu memperbaiki kerusakan sel di paru-parunya. Namun, seiring paparan yang berlangsung dalam waktu lama, sel-sel normal yang melapisi paru-paru perokok akan semakin rusak. Lambat laun, kerusakan mengakibatkan sel-sel bertindak tidak normal dan akhirnya kanker berkembang.
Apakah Vape Sama dengan Merokok?
Vape menggunakan baterai untuk memanaskan nikotin, zat perasa dan bahan kimia lain. Alat ini mengubah semua kandungan tersebut menjadi uap agar bisa dihirup dan dikeluarkan dalam bentuk asap.
Uap ini mengandung banyak bahan kimia yang menjadi zat pemicu kanker (karsinogen). Di antaranya formaldehida, logam berat dan partikel lain (nikel, timah, timbal) yang bisa tersangkut serta terjebak di bagian terdalam paru-paru. Maka dari itu, mengisap vape atau rokok tradisional sama-sama bisa menyebabkan dampak buruk pada kesehatan, termasuk meningkatkan risiko kanker paru-paru.
Berikut alasan vape dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru sama besarnya dengan rokok tradisional:
Sama-sama Mengandung Nikotin
Vape mungkin tidak memiliki kandungan nikotin sebanyak rokok tembakau. Namun, hal itu bukan berarti vape pasti lebih aman dibanding rokok. Bagaimana pun juga kandungan nikotin sudah sering dikaitkan dengan kanker. Secara umum, penelitian menunjukkan bahwa paparan nikotin memang dapat meningkatkan risiko kanker.
Sama-sama Menyebabkan Kecanduan
Banyak perokok yang ingin berhenti merokok secara bertahap memilih untuk menggunakan vape pada masa transisi. Namun, tahukah kamu, kandungan nikotin pada vape dan rokok sama-sama bisa menyebabkan ketagihan, sehingga kamu sulit menghentikan kebiasaan tersebut. Padahal penggunaan vape dalam jangka panjang juga disebut bisa meningkatkan risiko seseorang terkena kanker.
Mengandung Bahan Kimia Berbahaya
Meskipun ada juga vape yang tidak mengandung nikotin, namun bahan-bahan kimia seperti perisa buah juga mungkin berdampak pada risiko kanker. Sebuah studi pada tahun 2018 pada remaja yang menghisap vape menemukan bahwa rasa berbasis buah mengandung akrilonitril yang tinggi merupakan bahan kimia beracun. Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA) mengklasifikasikan akrilonitril sebagai kemungkinan karsinogen pada manusia.
Contohnya, sebuah studi pada tahun 2016 menemukan bahwa perisa buah tertentu lebih beracun bagi sel di paru-paru. Perisa stroberi adalah paling beracun, sedangkan rasa kopi dan mentol juga memiliki efek toksik.
Diacetyl, bahan kimia yang memberi rasa mentega atau popcorn saat kamu menghirup vape juga sudah terbukti dapat menyebabkan kanker paru-paru dan penyakit paru serius lainnya.
Proses Pemanasan Bahan Kimia Vape Juga Berbahaya
Alasan lain vape dianggap lebih aman daripada rokok biasa adalah karena vape tidak dibakar. Centers for Disease Control and Prevention mengungkapkan bahwa rokok yang dibakar dikaitkan dengan 80-90 persen penyakit kanker. Namun, bukan berarti vape yang tidak digunakan dengan cara dibakar tidak berbahaya.
Vape menggunakan baterai dan memanaskan nikotin, perasa, dan bahan kimia lainnya. Alat tersebut mengubahnya menjadi uap yang bisa kamu hirup. Banyak bahan kimia yang menyebabkan kanker ada dalam uap tersebut. Hal itu termasuk formaldehida, logam berat, dan partikel yang bisa tersangkut di bagian paru-paru kamu yang paling dalam.
Pada sebuah studi terhadap hewan pada tahun 2017, para peneliti menemukan bahwa paparan uap rokok elektrik menyebabkan perubahan tingkat DNA dan gen yang dapat meningkatkan risiko kanker paru-paru.
Gejala Awal Kanker Paru
Di tahap awal, kanker paru-paru biasanya tidak menimbulkan tanda pada pengidapnya. Gejala baru akan muncul ketika penyakit sudah menginjak ke stadium lanjutan. Kondisi ini ditandai dengan:
- Batuk kronis yang tak kunjung membaik.
- Batuk berdarah.
- Sesak napas.
- Sakit di area dada.
- Suara serak.
- Penurunan berat badan signifikan.
- Sakit pada tulang.
- Sakit kepala.
Penanganan Kanker Paru
Langkah penanganan medis disesuaikan berdasarkan stadium kanker dan kondisi kesehatan tubuh pengidap secara menyeluruh. Adapun langkah efektif untuk mengatasi kanker paru adalah prosedur operasi pengangkatan paru-paru yang rusak akibat kanker atau jika ukurannya masih belum terlalu besar dan ganas, terapi Radio Frequency Abatif bisa dilakukan. Penghancuran sel kanker atau tumor paru dengan teknik RFA adalah salah satu pilihan terapi untuk kanker stadium awal yang minimal invasif.
Tujuan utama pengobatan RFA pada kanker paru adalah kuratif, yaitu menghancurkan sel-sel kanker dan mencegah pertumbuhan kembali tumor. RFA dapat menjadi alternatif bagi pasien yang tidak dapat menjalani operasi reseksi tumor hati karena berbagai alasan. Contohnya, kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan atau tumor berada pada lokasi yang sulit terjangkau saat pembedahan. Kriteria penggunaan RFA antara lain terbatas pada tumor yang masih kecil (kurang dari 5 cm). Jumlahnya hanya satu atau paling banyak tiga titik, serta lokasinya tidak berdekatan dengan pembuluh darah besar dan tidak di permukaan hati.
Salah satu produk RFA terbaik saat ini adalah STARmed Radio Frequency Ablation dari PT Sometech Indonesia. Adapun kelebih menggunakan Starmed RFA ini adalah bekerja dengan cepat, minim luka, minim rasa sakit, pemulihannya cepat, dan durasi pengobatannya pun singkat. Starmed RFA ini juga memiliki beragam ukuran Elektroda sehingga mampu bekerja pada non-small-cell lung carcinoma (NSCLC) dan Small-cell lung carcinoma (SCLC). Jika Anda tertarik, Anda bisa mendapatkan informasi lebih lengkap di @sti_medical atau hubungi kontak yang ada di website.